Keris Poesaka sebagai Robin Hood a la Indonesia

Judul BukuKeris Poesaka
PenerbitRoman Indonesia, 1939
PenulisSjamsoeddin Nasoetion
Tebal70 halaman

Cerita detektif merupakan salah satu jenis bacaan yang pernah marak dalam seri roman di Indonesia sebelum masa kemerdekaan. Tentu saja, cerita-cerita ini membuat pembaca tertarik, apalagi dengan permainan logika dan misteri kasus-kasus yang disajikan. Beberapa cerita detektif malah berlangsung dalam beberapa seri, seperti cerita Gagak Hitam contra Elang Merah (Decha) yang juga diterbitkan oleh Roman Indonesia.

Keris Poesaka ini adalah  bercerita tentang seorang pencuri yang berhati baik. Ilhamy, nama sang pencuri yang memakai nama samaran Keris Poesaka, membantu mengembalikan harta warisan Nasrah yang dirampas oleh pamannya sendiri, Kamiloeddin. Harta berupa rumah, ladang, sawah, dan tanah yang ditinggalkan oleh orang tuanya yang telah meninggal, dikuasai oleh pamannya. Ketika baru saja ditinggal mati orang tuanya, Nasrah dipelihara oleh pamannya itu. Akan tetapi, beberapa tahun kemudian dia harus berhenti dari sekolah, dan diusir dari rumah pamannya itu dengan alasan harta orang tuanya sudah habis dan tidak bisa lagi membiayai dirinya.

Ia kemudian pergi ke Kota Medan. Di sana ia bekerja untuk menghidupi dirinya. Bahkan hingga akhirnya ia harus menjadi pengemis yang dicaci maki oleh orang-orang yang melihatnya. Karena tidak tahan, ia kemudian pulang ke kampungnya di Batang Toru. Di dalam bis yang tidak banyak penumpang, dalam perjalanan pulangnya itu, ia bertemu dengan Keris Poesaka, dan menceritakan kisah hidupnya. Berdasarkan informasi itu, Keris Poesaka melakukan aksinya. Ia mencuri uang Kamiloeddin beberapa kali. Uang itu kemudian diserahkan kepada Nasrah, yang disuruhnya untuk pergi ke Johor Baru, agar tidak ditangkap oleh polisi yang mencurigainya.

Keris Poesaka sendiri harus beberapa kali menghadapi usaha penangkapan polisi, terutama dua polisi detektif, Sarman dan Alimin. Akan tetapi, Keris Poesaka memang seorang pencuri yang sudah berpengalaman dalam mengelabui musuh-musuhnya. Ia bahkan melakukan aksi pencurian di rumah seorang lintah darat di daerah Batang Toru, yang sudah meresahkan masyarakat. Akhirnya, setelah berhasil melakukan dua aksinya, ia pergi ke kota lain dengan meninggalkan surat kepada dua detektif dan tuan rumahnya yang berhasil ia kelabui.

Cerita ini juga tidak sedikit menyampaikan pesan tentang berbagai praktik jahat, terutama yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia terhadap bangsanya sendiri, dalam masa-masa yang sulit di bawah penjajahan. Demikian juga, sejumlah informasi kontekstual dari kehidupan masyarakat pada masa penjajahan dapat kita kesankan dari setting, gambaran tokoh, dan deskripsi masyarakat yang ada dalam roman ini. Bahasa yang digunakan dalam roman ini cukup mengalir mengantarkan cerita, dengan kepiawaian penulisnya dalam mengatur ritme emosi pembaca dalam menikmati alur cerita. Sejumlah kata arkais juga muncul, seperti toetoepan untuk menyebut penjara atau penaka yang berarti seperti atau laksana.

Buku ini ditulis oleh pengarang yang berasal dari daerah Tapanuli. Sepertinya, roman-roman yang diterbitkan di Padang dan Bukittinggi ini mendapat tanggapan yang baik dari pembaca di daerah itu. Beberapa iklan roman-roman yang diterbitkan oleh Roman Indonesia, seperti yang ditulis oleh Ali Hasjmi dan Decha disisipkan, beserta buku-buku yang dijual oleh toko buku Roman Indonesia dan Noesantara. Di bagian awal seri roman nomor 14 ini, redaksi Roman Indonesia menulis pengumuman perihal pengunduruan diri Decha sebagai pemimpin redaksi seri roman ini. Posisinya digantikan oleh AM. Ismail.          


Rubrik “Pusaka sastra” ini mengulas secara ringkas buku-buku, terutama karya sastra, yang pernah diterbitkan di Sumatera Barat. Keinginan untuk kembali menelusuri, mengingat, dan mengenalkan sejumlah karya sastra dan karya intelektual yang menjadi bagian dari sejarah di Sumatera Barat ini, dimaksudkan untuk merangkai sejarah sosial budaya, khususnya sejarah sastra Indonesia di Sumatera Barat. Buku-buku yang dibahas dalam rubrik ini merupakan hasil penelusuran di perpustakaan Universitas Leiden. Tentu saja rubrik ini tidak dapat memberikan ulasan yang menyeluruh. Karena itu, jika ada masukan atau saran dari pembaca mengenai buku yang pernah didengar atau dibaca informasinya, dan bernilai penting bagi kita bersama, dan masih dapat dilacak, dan selayaknya untuk dibahas di rubrik ini, dapat disampaikan ke redaksi@cagak.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Scroll to Top