Perdebatan Dua Geolog Kolonial Mengenai Potensi Emas Supayang Solok Selatan

FOTO: Gerard W. Schimmel 1886

Dalam sejarah kajian geologi dan ilmu tambang Nusantara masa Hindia Belanda, dua nama yang amat mirip dan membingungkan ini akan berulang ditemui: Rogier Diederik Marius Verbeek (1845- 1926) dan Reinier Dirk Verbeek (1841-1926). Menurut wikipedia bahasa Belanda, keduanya berhubungan sepupu dan sama-sama geolog. Namun, keduanya juga banyak berbeda. Jika RDM Verbeek ilmuwan dinas pertambangan pemerintah dan lebih tertarik ke kajian topografi dan vulkanologi di berbagai pulau Nusantara, Reinier D Verbeek yang dari kalangan swasta mencurahkan minat ke dunia pertambangan khususnya emas dan perak di Sumatera Barat.

Ada satu persoalan di mana RDM Verbeek dan RD Verbeek akhirnya bersinggungan, yakni tentang potensi emas di daerah Supayang, Solok. Emas dari daerah Supayang memang sudah terkenal sejak lama, disebut oleh William Marsden dalam The History of Sumatra (1811) sebagai amas supayang, dibedakan dengan amas sungei-abu yang sama-sama diproduksi oleh pedalaman Minangkabau untuk dibawa ke pantai timur dan barat Sumatera. Entah berapa ratus kilogram atau berapa ton emas Supayang ini sudah dikeluarkan selama berabad-abad, dan sampai sekarang pun masih ada yang menambang.

Daerah Supayang lebih dulu dikaji oleh RDM Verbeek dalam rangka menyusun topografi sebagian kawasan Sumatera Barat atas instruksi pemerintah Hindia Belanda, dan dimuat dalam jurnal-jurnal ilmiah khususnya Jaarboek van het Mijnwezen dan Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië. Misi geologi pemerintah ini sesungguhnya diawali pada 1867, tapi dari tahun ini hingga 1874 lebih fokus ke depot bijih mineral khususnya batubara. Barulah pada 1875-1879, RDM Verbeek dan tim fokus ke survey detail dengan hasil sejumlah peta rinci dan laporan ratusan halaman. Reiner D Verbeek sebagai ahli tambang swasta datang ke Supayang juga dalam kurun waktu yang sama untuk mencari deposit emas yang cukup potensial untuk ditambang.

Sewaktu penelitian dilakukan, Soepajang adalah tempat penting karena merupakan salah satu dari empat onderafdeeling di seluruh afdeeling XIII Kota dan IX Kota. Afdeeling ini hampir seluas kabupaten Solok dan Solok Selatan sekarang. Jalan sudah cukup bagus ke sana dimulai dari Muara Sijunjung melewati Batu Bajanjang, Rangking Lulus, terus ke Simanau dan Air Busuk, untuk akhirnya terus ke Solok. Jadi, tidak heran Supayang cukup sering muncul dalam tulisan-tulisan masa Belanda.

Pangkal perdebatan antara RDM Verbeek dan RD Verbeek adalah diterbitkannya brosur oleh RD Verbeek berjudul Sumatra en de goudontginning (Sumatera dan Tambang Emas). Reiner D Verbeek juga rajin menulis untuk koran-koran. Karena brosur dan tulisannya ini populer di kalangan publik baik di Belanda maupun Hindia Belanda, pemerintah pun mengajukan pertanyaan terkait potensi emas Sumatera Barat kepada RDM Verbeek yang dipandang paling pakar untuk geologi kawasan ini. Perdebatan tersebut dimuat dalam jurnal Tijdschrift voor nijverheid en landbouw in Nederlandsch-Indië, volume 25 tahun 1880 mulai halaman 321 sampai 366. Lucunya mereka masing-masing memanggil lawan debat dengan nama belakang Tuan Verbeek.

Reiner D Verbeek menyatakan dalam brosurnya ini bahwa dia telah menemukan deposit mineral emas pada aliran sungai purba di Supayang yang disebutnya deep leads. Istilah tersebut dimaksudkan sebagai formasi lembah dan dasaran sungai purba yang mengandung emas urai, yang kemudian terbawa oleh aliran lava dan lumpur akibat erupsi gunung berapi. Deposit ini katanya tertimbun lebih 100 meter di bawah material-material lemparan aktivitas vulkanik.

Bagi RDM Verbeek, keberadaan deposit emas ini tidak dapat diverifikasi karena yang dapat disimpulkan dari surveynya hanyalah keberadaan alur (geul) purba yang tak begitu lebar berisi tanah liat dan granit di Supayang pada kawasan batuan granit dan batu sabak. Menurutnya, alur ini bukanlah sungai purba jika tidak dapat ditemui batuan gulingan (rolsteenen/ rolling stone) dan lapisan batuan grit. Sepanjang pengetahuan RDM Verbeek, dia belum menemukan pada kawasan-kawasan yang sering ditambang emas di seluruh Sumatera ada alur yang sekaligus bekas aliran sungai purba. Namun, RDM Verbeek tidak menyangkal boleh jadi pada batu grit di kawasan Supayang memang mengandung emas.

FOTO: Salomon Muler 1846

Reiner D Verbeek juga membandingkan potensi emas Supayang dengan deposit emas deep leads pada bekas aliran sungai purba di California dan Australia yang terbukti telah menghasilkan puluhan juta gulden dalam berbagai aktivitas penambangan. Bahkan, dia menyebutnya kawasan potensial Supayang lebih signifikan dari segi ukuran. Jika Golden Point Lead di Ballaarat, Victoria Australia, panjangnya hanya 8 km dan lebar 120 meter, sungai purba Supayang panjangnya diperkirakan mencapai 12 km dan lebar 300 meter. Sehingga, dia sangat yakin akan urgensi eksplorasi skala serius di sini, yang menurutnya membutuhkan dana minimal 400 ribu gulden (100 milyar rupiah sekarang). Reiner D. Verbeek bahkan turut mengundang pakar tambang emas terkenal Australia, John Munday, untuk menguatkan pendapatnya.

Teori RD Verbeek di atas tidak dipercayai oleh RDM Verbeek sedikit pun. Di kawasan Supayang memang ada lapisan batuan sabak tua, granit, batu kapur dan material vulkanis yang berasal dari satu gunung purba yang kemudian runtuh menjadi Danau di Bawah (Danau-di-Baroe). Memang di Supayang terbukti adanya beberapa koridor kuarsa mengandung emas, tapi kuantitasnya tidak begitu signifikan untuk ditambang skala besar, apalagi oleh pemerintah. RDM Verbeek sampai pada kesimpulan sama sekali tidak menyarankan survey lebih lanjut oleh pemerintah mengenai potensi emas Supayang.

Reiner D Verbeek dalam jurnal edisi yang sama membalas pandangan RDM Verbeek tersebut melalui beberapa surat ke redaksi jurnal. Dia menegaskan kembali bahwa pakar tambang emas Australia paling kompeten, John Munday, justru sepenuhnya sepakat dengannya mengenai kekayaan potensi emas Supayang. Dan pendapat pakar ini menurutnya disalahpahami oleh RDM Verbeek. Saran yang diberikan oleh RDM Verbeek kepada pemerintah dan dipublikasi dalam jurnal di atas telah mengalami penyesuaian yang justru memberikan gambaran yang keliru kepada publik mengenai pandangannya mengenai potensi emas Supayang. Padahal, konsesi untuk penambangan telah diperolehnya pada September 1879 melalui keputusan pemerintah nomor 15. Menurutnya, RDM Verbeek memiliki kepentingan tertentu dengan membantah seluruh teorinya dan menjauhkan pemerintah untuk survey lebih lanjut.

Dalam jurnal yang sama, RDM Verbeek kemudian membalas dengan lebih personal bahwa dulu ketika di Padang Reiner D Verbeek pernah meminjam peta geologisnya. Di Batavia dia juga mendapat satu salinan peta lagi dengan skala amat kecil (1/100.000). Sepanjang pengetahuannya, Reiner D Verbeek hanya sebentar mengunjungi Supayang secara personal dan melakukan pengamatan amat superfisial. Reiner D Verbeek bahkan disebutnya tidak mengundang para pakar geologi atau perwakilan pemerintah untuk menyaksikan survey yang dilakukan. RDM Verbeek heran mengapa tiba-tiba muncul teori Reiner D Verbeek tentang deep leads di Supayang pada berbagai surat kabar. Dia menyarankan Reiner D Verbeek untuk tinggal lebih lama di Eropa memperdalam ilmu geologi.

Dari perdebatan keduanya kita dapat gambaran jika Reiner D Verbeek amat optimis dengan potensi emas Supayang, RDM Verbeek justru kebalikannya. RDM Verbeek bahkan menyatakan di seluruh Sumatera tidak ada deposit emas layak tambang oleh pemerintah. Mana yang benar di antara keduanya belum ditengahi oleh survey-survey geologi lebih lanjut hingga saat ini sehingga soal ini masih misteri. Pemerintah Hindia Belanda tentu lebih mendengarkan RDM Verbeek dan memutuskan tidak mengeluarkan uang untuk survey dan percobaan eksplorasi potensi emas, meski memberikan ratusan konsesi tambang kepada pihak swasta yang berminat dan bermodal.

Yang pasti, Reiner D Verbeek tetap bersikukuh dengan pendapatnya dan nyaris 20 tahun setelah debat ini, tahun 1897, berdirilah perusahaan tambang untuk mengolah emas Supayang, NV Mijnbouw Maatschappij Soepajang, dengan modal saham 200.000 gulden (500 milyar sekarang). Pada tahun 1900, bahkan beberapa terowongan dalam di sana panjangnya sudah lebih 100 meter, dengan taksiran ekstraksi emas 7,5 gram per ton bijih.


Eksplorasi konten lain dari Cagak.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Scroll to Top